Presiden Diminta Evaluasi Pelaksanaan Inpres tentang Optimalisasi Pelaksanaan JAMSOSTEK
Oleh : Siprianus Edi Hardum / EHD
Timboel Siregar
Timboel Siregar (Foto: Istimewa)
Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta mengevaluasi pelaksanaan Inpres Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelasaksanaan Program Jaminan Sosial Ketengakerjaan (Jamsostek). Hal itu penting dilakukan agar Inpres tersebut mencapai tujuannya yaitu optimalisasi pelaksanaan program Jamsostek.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif BPJS Watch, Timboel Siregar, Jumat (15/10/2021).
Menurut Timboel, Inpres Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelasaksanaan program Jamsostek sudah berjalan hampir tujuh bulan.
Kehadiran Inpres ini, kata dia, sangat baik mengingat Jamsostek adalah hak konstitusional seluruh pekerja Indonesia, namun faktanya belum dirasakan oleh seluruh pekerja.
Hingga akhir Agustus 2021 jumlah peserta aktif program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm) di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJamsostek) sebanyak 29.219.184 pekerja, yang terdiri dari pekerja penerima upah (PU) atau pekerja formal swasta 20.194456 orang, pekerja bukan penerima upah (BPU) atau pekerja informal 2.710.616 orang, dan pekerja jasa konstruksi 6.314.112 orang.
Peserta aktif di program Jaminan Hari Tua (JHT) sebanyak 16.180.679 orang yang terdiri dari pekerja PU 15.934.742 orang dan BPU 245.937 orang. Peserta aktif di program Jaminan Pensiun (JP) sebanyak 12.919.349 pekerja, yang semuanya peserta BPU.
Dari total penduduk yang bekerja sebanyak 128,45 juta dengan komposisi pekerja formal 39,53% dan pekerja informal 60,47% (BPS, Agustus 2020).
Data kepesertaan di atas, kata dia, memang menunjukkan kepesertaan yang belum optimal, sehingga kehadiran Inpres Nomor 2 Tahun 2021 ini diharapkan mampu mendorong seluruh penduduk yang bekerja semuanya terlindungi dalam program Jamsostek.
Mengingat pentingnya peningkatan kepesertaan di Jamsostek yang dikelola oleh BPJamsostek, kata Timboel, seharusnya tindak lanjut pelaksanaan Inpres ini terpublikasi ke masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui apa yang telah dilakukan 24 kementerian/lembaga, 34 gubernur dan 514 bupati/wali kota.
“Namun hingga saat ini, publik tidak mengetahui perkembangan tindak lanjut Inpres ini. Apa yang telah dilakukan oleh masing-masing kementerian/lembaga dan Pemda dalam satu semester ini, atau jangan-jangan belum ada yang dilakukan,” kata dia.
Menaker Belum Laksanakan Tugas
Menurut Timboel, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang diinstruksikan dalam lima tugas yang antara lain adalah melakukan evaluasi, mengkaji dan menyempurnakan regulasi, serta melakukan pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan kepada pemberi kerja swasta, belum menyelesaikan penyempurnaan regulasi khususnya regulasi jaminas sosial bagi pekerja migran Indonesia, dan regulasi JHT.
Demikian juga dengan tugas pengawas ketenagakerjaan dan pemeriksaan kepatuhan kepada pemberi kerja swasta sepertinya belum dilaksanakan dengan baik. “Seperti kita ketahui bersama titik lemah di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) adalah peran pengawas ketenagakerjaan dan penegakan hukum yang tidak jalan. “Ini yang menyebabkan masih banyak pekerja formal belum terdaftar di BPJamsostek dan BPJS Kesehatan,” kata dia.
Menurut Timboel, Presiden harus memerintakan Menteri Dalam Negeri agar melakukan singkronisasi regulasi dalam rangka memastikan pelaksana pelayanan publik terdaftar menjadi peserta aktif di program jaminan sosial ketenagakerjaan. Ini tentunya diarahkan untuk memastikan regulasi jaminan sosial ketenagakerjaan bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) disesuaikan dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pasal 106 ayat (2) UU ASN mengamanatkan perlindungan berupa program Jaminan Hari Tua, Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Kematian bagi PPPK dilaksanakan sesuai dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
"Bila dikaitkan dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013 dan Pasal 106 ayat (2) ini maka dengan sangat jelas PPPK harus didaftarkan ke BPJamsostek yang telah sesuai dengan SJSN yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004," kata dia.
Tentunya PPPK ini termasuk pegawai honorer seperti guru honorer yang akan diangkat sebanyak 1 juta orang oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan pegawai honorer lainnya di kementerian/lembaga lainnya.
Tanggal 12 Oktober 2021 lalu Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian hukum dan HAM menyelegarakan rapat harmonisasi Rancangan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang pemberian perlindungan berupa manfaat program Jaminan Kesehatan, Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Kematian bagi pegawai non-PNS.
Mengacu pada UU ASN, Perpres Nomor 109 Tahun 2013, serta Inpres Nomor 2 Tahun 2021, seharusnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendaftarkan seluruh pegawai non-PNS yaitu PPPK untuk JKK dan JKm-nya ke BPJamsostek, termasuk untuk program Jaminan Hari Tua yang juga diamanatkan Pasal 106 ayat (1) UU ASN. "Adapun agenda rapat tersebut hanya untuk jaminan Kesehatan, JKK dan JKm, sementara JHT tidak ikut dibahas," kata dia.
Timboel meminta Presiden agar memastikan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tersebut tidak bertentangan dengan UU ASN, Perpres Nomor 109 Tahun 2013, serta Inpres Nomor 2 Tahun 2021, yaitu mendaftarkan PPPK ke BPJamsostek termasuk untuk program JHT, bukan ke PT Taspen.
“Lagi pula sesuai dengan putusan MK baru-baru ini, PT Taspen tidak mempunyai kedudukan hukum sebagai badan penyelenggara jaminan sosial lagi,” kata dia.
Prinsip yang dikandung dalam SJSN (amanat Pasal 106 tersebut) salah satunya adalah gotong-royong. Bila jaminan sosial seluruh pegawai pemerintah baik PNS maupun PPPK dikelola BPJamsostek maka akan terjadi proses gotong-royong yang akan memastikan keberlangsungan program dan peningkatan manfaat tanpa diskriminasi, termasuk efisien dalam hal iuran. “Saat ini iuran program JKm di PT Taspen sebesar 0,72 persen, lebih mahal dibandingkan iuran JKm di BPJamsostek yaitu 0,3 persen,” kata dia.
Timboel berharap, Presiden mengalihkan kepesertaan JKK dan JKm bagi PNS saat ini ke BPJamsostek agar memenuhi prinsip SJSN, termasuk bisa mengalihkan kelebihan iuran JKm (0,42 persen) di PT Taspen untuk iuran pekerja informal miskin program JKK dan JKM ke BPJamsostek.
Berita Terkait
Warga Antusias Hadiri Sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan Di CFD Padangsidimpuan
Senin, 25 November 2024
Bukti Kepedulian Pemkab Kukar, Salurkan Santunan BPJS Ketenagakerjaan Bagi Perangkat Desa
Senin, 25 November 2024
BPJS Ketenagakerjaan Klaim JKP 1.126 Peserta, Sediakan Informasi Pasar Kerja
Senin, 25 November 2024
Klaim Meningkat Karena PHK, Kinerja BPJS Ketenagakerjaan Masih Terjaga
Senin, 25 November 2024
Layanan Chat TanyaBPJAMSOSTEK